Minggu, 12 Desember 2010

Minimnya Nilai Intelektual Mahasiswa

Di zaman sekarang banyak yang mempersoalkan  budaya membaca dan menulis  terutama pada masyarakat   akademis,  tidak hanya  di lingkup para siswa atau mahasiswa  tetapi terjadi  pula di kalangan pendidik. Sangat  ironis memang kebudayaan membaca dan menulis mulai di lupakan. Adapun opini yang lebih disoroti adalah  perilaku membaca dan menulis di kalangan mahasiswa. Mahasiswa yang dikenal sebagai  aktor inteletual
ternyata  sekarang  enggan berbudaya intelektual. Dari beberapa pengalaman tugas paper yang mengandalkan  copy-paste tanpa menganalisa dengan menggunakan pemikirin pribadi mahasiswa tersebut. Mahasiswa zaman sekarang menjadi  malas  membaca dan menulis  karena membaca akan  dilakukan ketika saat terjadi ujian.
 Budaya membaca sedikit banyak telah hilang dari peredaran aktivitas mahasiswa. Tak bisa dipungkiri  mahasiswa telah terjebak pada budaya-budaya nir-intelektual yang membuat Mahasiswa malas untuk berfikir dan dianggap sebagai generasi buta. Mahasiswa sebagai aktor intelektual seakan-akan  mulai terkikis .peran iron stock (cadangan keras) menyatakan  mahasiswa adalah calon-calon pemimpin bangsa yang kelak mengendalikan kepemimpinan di negeri ini. Mahasiswa harus terlibat secara intelektual dan emosional terhadap seluk beluk permasalahan bangsa saat ini. Dalam hal ini psikologi sangat diharapkan  sehingga  mahasiswa tidak jauh dari realitas bangsa. Mahasiswa harus merasakan permasalahan bangsa sekaligus memberikan kontribusi secara  intelektual dan emosional tidak mungkin tercapai jika tidak ada budaya membaca, menulis, dan juga diskusi sisi lain yang juga layak dipaparkan yakni budaya membaca  masih jauh ketinggalan. persoalan tentang  gerakan mahasiswa,  Kebiasaan mahasiswa yang lebih sering mengandalkan Demonstrasi, turun ke lapangan dan melakukan orasi dan  tuntutannya harus segera dirubah  ke pola pikir yang lebih rasional. Turun ke jalan memang diperlukan, tetapi jangan terjebak pada aksi-aksi brutal dilapangan.
Disamping membaca gerakan yang harus dimulai lagi  adalah dengan menulis karena budaya  budaya menulis masih sangat minim pada kalangan mahasiswa. Bisa dihitung seberapa banyak mahasiswa yang mempublikasikan tulisan mereka di media masa ataupun dalam bentuk buku.Diskusi di lingkup gerakan mahasiswa pun hanya terjadi beberapa kali dalam setahun. Ini menandakan  aktivis gerakan mahasiswa sedikit banyak suka turun ke jalan daripada menikmati pergumulan pemikiran.
Hampir di setiap gerakan mahasiswa, media jurnalistik kurang terurus dengan baik Dengan demikian,  mahasiswa harus menyadari bahwa budaya membaca dan menulis itu adalah pembebasa. Budaya Membaca dan Menulis harus lebih ditingkatan  meskipun tidak meninggalkan aksi demonstrasi sama sekali. Gerakan mahasiswa tidak melulu menampilkan aksi-aksi demonstrasi, tetapi juga menumbuh suburkan serta menggalakan budaya menulis untuk menyampaikan aspirasi dan pemikiran para mahasiswa. Gambaran di atas merupakan seonggok problematika mahasiswa zaman sekarang.Sekali lagi, hal tersebut diangkat sebagai pembentukan karakter dan semangat mahasiswa untuk membaca dan menulis. Perubahan merupakan bentuk dari kegelisahan terhadap mahsiswa tapi yang jelas membuka mata kita terhadap realitas kehidupan mahasiswa. Perubahan biasanya Minimal mahasiswa harus gelisah. Dari kegelisahan, mahasiswa akan lebih bertanggung  jawab untuk membangkitkan kembali “budaya-budaya intelektual yang hilang dari kebiasaan yang seharusnya. Budaya membaca dan menulis harus dijadikan sebagai bagian dari suatu kesenangan. Budaya yang berkembang dalam mahasiswa tidak luput juga dari budaya institusi kampus.jangankan untuk meningkatkan kualitas, untuk menjaring minat mahasiswa saja mereka dikejar target. Mungkin perlu ada penertiban atau standarisasi yang ketat dalam bidang pendidikan tinggi. Dengan membaca pula seseorang akan terbentuk kepribadianya menjadi lebih baik. Kepribadian adalah pola menyeluruh semua kemampuan, perbuatan serta kebiasaan seseorang, baik yang jasmani, mental, rohani, emosional maupun sosial. Semua ini telah ditatanya dalam caranya yang khas, di bawah beraneka pengaruh dari luar. Pola ini terwujud dari tingkah lakunya dalam usahanya menjadi manusia sebagaimana yang dikehendaki oleh masing-masing individu. Untuk lebih diketahui oleh mahasiswa khususnya Tingginya budaya gemar membaca, akanmengakibatkan meningkatnya minat membaca. Minat membaca ditunjukan dengan keinginan yang kuat untuk melakukan kegiatan tersubut. Mahasiswa lebih banyak  membaca dan meringkas isi buku yang dibaca  dan tulisan tersubut dikumpulkan ke dosen ataupun lebih bagus dipublikasikan minimal dimajalah kampus sehingga tulisan tersebut akan  terasa sangat bermakna bagi mahasiswa dan dengan sendirinya membaca merupakan keharusan yang tidak boleh terlupakan makna.Bila pengguna perpustakaan telah menggunakan atau memanfaatkan pelayanan perpustakaan secara optimal maka perpustakaan tersebut sudah berhasil mencapai tujuannya. Namun prestasi perpustakaan sesungguhnya tidak dapat lagi hanya diukur berdasarkan kekayaan koleksi dan jumlah pengunjung yang datang langsung ke perpustakaan, melainkan dapat diukur dari jumlah orang yang menggunakan layanan perpustakaan tersebut. Mereka (Mahasiswa)yang membiasakan diri dengan budaya tulisan tentu akan lahir menjadi manusia dengan pola
berfikir kritis dan analitis. Budaya membaca dan menulis dijadi bahagian gaya hidup (life style) mahasiswa, apalagi bagimahasiswa yang kuliah pada universitas yang tidak memiliki fasilitas, sarana dan prasarana pendukung sehingga bisa diandalkan dalam kompetisi pada bursa tenaga kerja. Fenomena dengan adanya budaya membaca  dan menulis dari gaya hidup mahasiswa teridentifikasi dari gaya hidup dan prilaku yang berkkesan gaya mahasiswa yang intelektual dengan gaya bahasa atau bicara penuh analitis dan kritis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

hmmm just..

hmmm just..
Belanda

gebLog sambiL FB